Duo Detektif Memburu Fakta


1
Malam dingin. Langkah kaki Kasno Paing bergegas melewati tikungan, melewati warung hik yang masih terdengar celoteh mesum para pelanggannya. Seekor kirik mengendus langkah kaki kasno paing yang memang ketika berangkat dari rumah sempat menginjak kotoran kucing. Akhirnya ia sampai di depan rumah Slamet Bodong. Sebentar Kasno Paing celingak-celinguk ke belakang seperti memastikan sesuatu.

Ketukan pintu tiga kali dan salam Kasno Paing ala The Three Musketer. “One for all. All for one!”

Tak lama pintu rumah Slamet Bodong terbuka. Kasno Paing buru-buru masuk ke dalam. Sang tuan rumah masih memakai atasan singlet rider putih dan sarung kotak-kotak cap gajah beranak sambil menghisap rokok!

Mereka menuju ke ruang tengah. “Tidak ada yang mengikuti.”

“Kurasa tidak ada, kecuali kirik bunting dekat tikungan warung hik itu?”

“Kita harus berhati-hati sejak sekarang. Kemarin aku sempat melihat seorang menyaru pemulung mengendus-ngendus tempat sampah depan rumahku.”

Kasno Paing mengernyit, tak tahu hubungannya apa. “Terus apa saja yang kita perlukan untuk penyelidikan ini?” ujar Kasno Paing kedengaran tak sabar. “Menurutku sumber keterangan dan saksi sudah jelas menunjuk pada sopir angkot dan tukang ojek. Mengapa kita tidak satroni langsung mereka? Biasanya ini kan yang dimau para tukang baca naskah dan juri? Langsung terjadi action gebak gebuk?”

“Ah, kalaupun benar begitu, itu tidak profesional, kita harus tunjukan pada tukang baca naskah dan juri semua bahwa kita ini benar-benar bekerja propesional. Ingat propesional!” tukas Slamet Bodong.

“Oke, siapa takut.” Kasno Paing mengangguk.

“Mari kita duduk dulu. Aku sudah sedikan camilan dan rokok. Ini akan membantu kita berpikir dingin.”

Keduanya duduk. Lampu gantung sebagai penerangan berayun-ayun dengan asap rokok yang mengepul ke udara begitu dramatis seperti dalam scene film G30S PKI. Di atas meja sudah ada miniatur beberapa becak. Para tukang ojek dan angkotan yang semua dibeli di pasar mainan. Tujuannya miniatur itu untuk memetakan gerakan mereka. Peta Malioboro sudah digelar di meja ditindih dengan gelas kopi Slamet Bodong.

“Tapi kita memang akan menginterogasi para sopir dan tukang ojek. Kalau perlu kita perlu main adu bacot.”

“Apa maksudmu? Apa tidak malah bikin kacau.”

“Begini kujelaskan padamu, saat itulah biasanya para provokator dan oknum itu nimbrung. Saat itu kita harus bisa melihat jeli siapa orang-orang baru itu. Untuk itu aku sudah mempunyai data semua tukang ojek dan sopir angkota. Kita tinggal menangkap si munyuk yang ikut nimbrung ini!”

“Wah, bagus Met.”

“Baiklah, rapat kita bubarkan. Besok kita bertemu di tempat X.”

“Tempat x itu mana? Pakai tempat X segala”

“Di shoping depan Bank BRI.”

2

Dengan berpakaian ala Sherlock Holmes, topi pet scotlandia dipadu jas dengan kantong tambal yang melimpah Slamet Bodong dan Kasno Paing sudah turun di jalan Malioboro. Slamet bodong merasa perlu memakai kaca mata serta membawa lup atau suryakanta. Entah mau digunakan untuk apa, tapi mereka pikir begitulah kerja detektif swasta yang standar, yang katanya mau dilegalkan juga di Indonesia tinggal menuju tanggal main saja -karena memang sebelumnya sudah banyak pejabat yang memakai.

Keduanya pertama kali mendekat pada seorang tukang ojek yang sedang asyik membaca koran triple XXX, koran local yang lagi masyhur di Jogja yang penuh dengan berita panas! Si tukang ojek tak sadar hingga dijawil tiga kali, hingga perlu Kasno Paing menjewer telinganya.

“Kami detektif Kasno Paing dan Slamet Bodong. Kami ada pertanyaan yang harus dijawab!”

Tiba-tiba saja si tukang ojek itu gemeteran. Ia langsung menstater sepedanya. Dengan cepat ia melarikan diri, meninggalkan duo detektif yang terbengong-bengong itu.

“Kenapa dia? Apa takut sama kita?”

Sebenarnya si tukang ojek itu lari karena mengira mereka adalah petugas leasing, soalnya setoran sepedanya yang dikredit selama 6 tahun itu nunggak 5 kali!

Duo detektif itu tidak putus asa. Mereka menghampiri sebuah angkot yang sedang menunggu penumpang. Ketika dekat terdengar dentuman musik dangdut dari speaker acakadut. Tapi sang sopir tampaknya bisa menikmati semua itu. Buktinya ia bisa leyeh-leyeh sambil kakinya dinaikan ke dasbor.

“Bangun!”

Tergeragap bangun ketika ada suara teguran seperti itu. Sebentar mengucek mata sopir angkot itu, asing dengan orang asing di depannya, yang menurutnya bukan turis domestik tapi lebih tampak seperti badut dengan jas pesulap.

“Kami detektif Slamet Bodong dan Kasno Paing, kami ada pertanyaan.” Kata Slamet Bodong dengan suara dimiripkan Sherlock Holmes.

Si sopir angkot masih belum ngeh dengan keajaiban di depannya itu. “Oh, sampeyan sales berhadiah ya mas?” tanyanya lugu.

“Gundulmu itu! Kami ini detektif! Tidak usah banyak tanya, jawab saja pertanyaan kami!”

Si sopir angkot menyeringai.

“Kenapa kamu mrenges, berarti kamu memang terlibat dengan kejadian pemukulan beberapa becakers sikil telu di Malioboro ini?”

“Apa maksudnya?”

“Lha itu buktinya mrenges. Biasanya orang bersalah seperti itu, untuk menutupi kejahatannya mereka berpura-pura tersenyum. Ayo ngaku sajalah.”

“Enak saja. Kalian ini yang datang cari gara-gara. Orang enak-enak tidur malah diganggu. Sana pergi kalian, orang gila tak tahu aturan!”

“Tidak sebelum kami dapat jawaban ya atau tidak! Karena selain itu adalah dosa!”

“Kalian gila.”

Sopir angkot mengabaikan mereka dan menutup jendela. Mereka diabaikan Slamet Bodong dan Kasno Paing memukuli kaca itu maksudnya agar dibuka. Tapi, sang sopir dengan berselempang anduk yang kini dibalutkan pada tangannya keluar dan memukuli mereka berdua. Ternyata keributan itu memancing kemaraian di sekitarnya. Sopir angkot yang mempunyai darah preman jalanan merasa senang dijagokan orang-orang yang menonton sementara duo detektif bersaudara itu bahu membahu agar tidak terluka parah.

“Kita lari saja dari Chris John gila ini”

Berdua mereka ngacir seperti anjing dikejar jagal anjing. Napas ngos-ngosan hingga akhirnya berhenti di sebuah penjual es kaki lima. Mereka berhenti sambil memesan dua gelas es. Sang penjual es sedikit-sedikit melirik dua orang aneh itu. Terutama pakaian mereka yang sangat modikatif itu.

“Anak teater ya mas?” tanyanya lugu.

“Bukan urusanmu!” dengus Kasno Paing sambil memberikan dua lembar dua ribuan pada si tukang es. Keduanya duduk di bangku pedestrian yang banyak di Malioboro.

“Bagaimana menurutmu, aku merasa sedikit sudah dapat titik terang tentang masalah kita.”

“Titik terang apa, kita malah dipukuli begini.”

“Apa kamu tidak lihat tadi, dengan cepat orang-orang berkumpul. Dan aku sempat memperhatikan seseorang.”

“Apa maksudmu. Aku tadi kan lari bersama kamu!”

Dengan cepat Slamet Bodong mengeluarkan pensil dan sebuah kertas. Dengan berbantal buku notes belanjaan istrinya ia mensket sebuah wajah berkacamata hitam dengan jas. Wajahnya bukan jenis wajah lokal, hidung mancung, rahang tinggi, dahi tinggi, bibir tipis. Dan pakaian yang digunakan seperti agen Scully dalam X-Files.

“Kita harus mencari tahu siapa orang ini?”

Kasno Paing manggut-manggut, yang maksudnya ia memang kagum dengan sketsa lukisan Slamet Bodong yang punya darah seniman jalanan itu.

3

Sementara itu keadaan di lapangan juga belum berangsur reda. Kenyataannya beberapa becakers sikil telu mulai takut beroperasi. Di beberapa pos masih terjadi penyerangan oleh oknum tak dikenal. Penyerangnya juga aneh selain tampangnya juga aneh. Saksi yang melawan penyerangnya mengatakan ia merasa melawan para penjahat profesional. Tinggi mereka rata-rata 180 cm, berpakaian tuxedo dan bersepatu pantofel dan punya dasar beladiri yang menandingi jurus dari Tebu Ireng. Bisa dibayangkan ketika berkelahi di jalanan, orang-orang yang melihat malah ikut mengeroyok si Becakers sikil telu karena dikira menganiaya penumpangnya. Bukan hanya itu, beberapa para pengusaha kecil juga mulai resah. Apa pasal? Para Becakers Sikil Telu tidak lagi membawa pelanggan ke outlet-outlet mereka. Barang dagangan utuh. Produksi kembang kempis. Beberapa karyawan terpaksa dirumahkan. Para becakers juga setali tiga uang dengan para pengusaha home industri itu. Padahal rata-rata pengusaha kecil itu juga harus membayar cicilan mereka kepada Bank yang akhir-akhir ini sering mengirimkan tukang tagih yang sangar kepada mereka. Ada indikasi, Bank yang sebelumnya ramah dan murah hati memberi pinjaman itu punya konspirasi dengan Yahudi untuk menghancurkan segi ekonomi Indonesia dengan sistem riba yang kini malah menjadi budaya.

Kantor Becakers sikil telu sibuk dengan rapat dan musyawarah mengantisipasi kejadian yang lebih buruk lagi. Bahkan dari sumber intelejen yang dipercaya, tanpa sensor tertentu dan editing media massa yang opurtunis dan memihak para kapiltalisme, berita CNN dan Al Jazeera menyebutkan adanya pengusaha luar negeri Rupert Murdoch yang menunggangi kekisruhan Paguyuban Sikil Telu di Jogja itu.

Pembaca, kita harus percaya bahwa semua ini adalah konspirasi tingkat tinggi. Ini bukan kejadian kebetulan belaka atau insidental, tapi ini sudah teroganisir. Ini pasti konspirasi para teroris. Jika kita percaya bahwa teroris itu adalah seorang guru ngaji berjenggot dan bersorban yang rajin ke masjid yang dituduh membuat bom, pikiran itu harus kita enyahkan.

Tapi apa yang sedang diincar sang konglomerat teroris itu? Mengapa para becakers dimusuhi? Dan bagaimanakah Jikun menyelesaikan kemelut itu secara elegan? Saya persilakan pembaca dan dewan juri melongok kisah selanjutnya dari penelusuran jejak mas Darsono di curusetra.wordpress.com.


Kisah ini adalah bagian kedua dari Trilogi Sikil Telu yang ditulis secara bersambung pada sedjatee.wordpress.com ; andrisap7ono.wordpress.com ; dan curusetra.wordpress.com. inspirasi untuk menulis cerita bersambung ini adalah lagu berjudul Kesaksian yang dinyanyikan oleh Kantata Takwa (Iwan Fals, Setiawan Djodi, WS Rendra, Sawung Djabo, Djockie Soerjoprajogo) pada 1990. Kisah bersambung ini ditulis sebagai partisipasi dalam kontes menulis Kecubung Tiga Warna yang digelar oleh Pakdhe Cholik pada newblogcamp.com.

23 thoughts on “Duo Detektif Memburu Fakta

  1. Pingback: Mozaik Asa Diatas Tiga Roda « Jejak Kehidupan Sejati

  2. Pingback: MEMBENDUNG PERSEKONGKOLAN | KURUSETRA

  3. sedjatee

    selamat:
    trio punakawan telah terdaptar pada kontes kecubung
    dengan mengusung kisah trilogi sikil telu
    badge dapat diambil di rumah panitia
    salam sukses..

    sedj

    Reply
  4. JURI KECUP 1

    Membaca, dan menunggu endingnya dengan berdebar2, hehehe,,,
    ini sungguh konspirasi tingkat tinggi, yang tentu bukan karena kebetulan, saatnya kita mengubah persepsi.. 🙂
    segera meluncur ke bagian 3..

    walaupun agak terlambat, Juri Kecub datang,, untuk mengecup karya para peserta,, mencatat di buku besar,, semoga dapat mengambil hikmah setiap karya dan menyebarkannya pada semua…

    sukses peserta kecubung 3 warna.. 🙂

    Reply
  5. Juri kecub 2

    Penyelidikan yang sangat akurat ala sikil telu xixixixi .. benar-benar sebuah konspirasi tingkat tinggi ala becaker. Saya sudah tidak sabar lagi membaca lanjutannya.
    Cerita sudah dicatat dalam buku besar juri, terima kasih

    Reply
  6. Juri Kecub 3

    Saya jadi ingat Thompson and Thomson :mrgreen:

    Ehm…ehm…

    Kekisruhan massa memang seringkali ditunggangi oknum 😦

    Kisah telah disimpan dalam memori untuk dinilai.
    Salam hangat selalu.

    Reply
  7. Pingback: Jikun dan Hadiah Nobelnya « Jejak Kehidupan Sejati

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s