dimuat di majalah Al Mar’ah MTA
Ini hari terbesar dalam hidupku. Apa sudah mantap dari lubuk hati terdalam dan yakin orang tuaku akan mengerti apa yang kulakukan. Mereka tahu anak gadis mereka sudah besar untuk tidak membuat pilihan bodoh. Apalagi yang kulakukan ini adalah demi pencarian kebenaran hakiki. Ya, aku yakin orang tuaku akan mengerti mengapa aku memilih Islam sebagai agamaku.
Awalnya aku hanyalah seorang gadis dengan latar belakang orang tua pegawai negeri yang beragama nashrani. Kedua orang tuaku sangat baik, bahkan berlebihan dalam memanjakanku. Dari bersekolah yang elite hingga membatasi pergaulanku hanya dengan anak-anak kalangan tertentu saja. Pendeknya, untuk semua materi, aku sudah tercukupi. Bahkan terakhir ayahku meminta pendapatku, apakah aku perlu dibelikan mobil untuk berangkat kuliah.
Tidak, aku bukanlah orang yang senang dengan kehidupan yang bermewah-mewah. Pada dasarnya aku adalah anak yang cengeng, mudah tersinggung dan sensitif. Kuakui ada banyak kelemahan dari sikapku mungkin karena terlalu banyak dimanjakan kedua orang tuaku. Namun, pencarianku yang sebenarnya tentang kebenaran yang membuatku ingin mencari Islam.
Di negaraku sendiri, Indonesia ini, yang kebanyakan penduduknya muslim, aku merasa bahwa keadaan umat muslim sekarang ini sedang diuji kesabarannya. Dari tuduhan bahwa umat muslim adalah kaum radikal, dan berbagai terpaan isu yang tidak mengenakkan yang mengatakan syariat Islam itu hanya sebuah budaya Arab belaka.
Aku sendiri yang selama ini berada dalam kebebasan sepenuhnya, bisa merasakan keagungan Islam. Banyak contohnya, misal tentang jilbab. Suatu kali aku pernah mencuri-curi untuk memakai jilbab. Aku merasakan aman dan berbeda jika aku memakai jilbab. Apakah karena aku seorang anak pemalu dan itu membuatku tersembunyi. Tidak, justru dengan jilbab aku merasa bahwa perilakuku harus tertata, bersih karena dengan jilbab ini seorang perempuan harus bisa menjaga diri. Ini berlaku ketika seorang muslimah akan sholat. Dengan keharusan berwudhu dan memakai pakaian yang tertutup auratnya membuat kita merasa siap untuk menghadap Sang Maha Pencipta. Ini sama sekali berbeda dengan ibadah yang kulakukan, yang bisa kulakukan dengan pakaian terbuka, bahkan banyak yang berbangga-bangga diri dengan perhiasan dan pakaian mereka.
Itu baru beberapa hal saja. Yang lebih prinsip adalah bagaimana aku menemukan jawaban tentang Tuhan penciptaku.
Ketika aku berdoa agar diberikan jalan yang terang kepada Tuhan. Dan itu kulakukan dengan tidak berdoa saja, tapi dengan banyak berbuat baik kepada orang lain –suatu hal yang tidak dilakukan oleh kedua orang tuaku, karena mereka menganggap orang lain adalah urusan mereka sendiri. Selama hal itu berlangsung aku menemukan banyak hal yang menjadi kegundahanku. Aku juga menemukan kisah yang agung setelah membaca kisah shiroh Nabi Muhammad. Beliau berbeda sekali dengan apa yang digambarkan oleh kedua orang tuaku yang membencinya, dan juga media yang banyak memperlihatkan bahwa nabi orang muslim adalah seorang yang suka poligami dan berpereang; tapi media-media itu hampir tak menyebut sama sekali tentang maha karya yang beliau lakukan, mengubah suatu kaum dari jahiliyah menjadi masyarakat yang mulia. Tidak hanya soal religiusitas belaka, tapi juga seni kehidupan yang tinggi dalam memuliakan tetangga dan mendahulukan kepentingan yang lebih besar daripada diri kita sendiri. Jujur aku merasa iri dengan orang muslim yang punya nabi yang agung itu.
Pencarianku semakin bertambah ketika dikatakan bahwa akhlag nabi Muhammad adalah Al Quran. Aku mulai membaca Al Quran terjemahan dengan diam-diam. Tidak hanya di rumah saja, tapi di manapun berada jika orang tak mengenal aku. Selama sebulan kurampungkan membaca Al Quran terjemahan itu, dan betapa banyak kebenaran yang kudapatkan dari kitab yang mulia itu.
Aku menitikkan air mata, setelah menyadari apa yang kulakukan selama ini sebenarnya telah mengkhianati Allah yang menciptakan dunia ini. Tak pantas aku menyebut Allah mempunyai anak, bahkan diperanakkan. Aku malu dengan kekotoranku dan perasaanku bahwa aku adalah umat yang akan ditanggung dosanya oleh Sang Penebus. Padahal dikatakan dalam Al Quran bahwa apa yang kita lakukan akan dihisab tak peduli siapapun diri kita. Setiap orang bertanggung jawab atas amal perbuatan masing-masing.
Aku menangis semalaman karena mengenang apa yang telah kuperbuat jatuh dalam kekafiran. Aku ingin bertobat, dan hari itu aku mendatangi temanku seorang muslim, untuk minta disyahadatkan.
“Bagaimana dengan kedua orang tuamu?” temanku bertanya.
“Untuk sementara aku tidak akan membukanya langsung. Akan kukatakan dengan cara yang baik kepada mereka. Doakan aku agar mendapat kemudahan dari Allah.”
Hari ini adalah hari terbesar bagiku. Di depan temanku aku bersyahadat dengan dituntun seorang ustadz. Dan rasanya ada yang mencair dalam hatiku, yang keras. Terasa air mataku leleh ketika kulakukan sholat untuk pertama kali. Ya, Allah, segala puji syukur atas hidayah yang Kau tunjukkan padaku. Sungguh jadikan aku sebagai hambaMu yang beruntung.
Saya tau Anda mutrad krna anda tidak mengenal baik Tuhan Yesus,anda mengenal dia hanya dalm alkitab ,buku2,atau dri prktaan mnusia,ttpi tidak pernah bersekutu intim dgnnya dan mnjdikan dy sahabat,dan stiap org yg brskutu intim dgnnya pasti akan di ubahkan dri sikap pemalu, pendiam,mudah sakit hati sprti anda..gbu
Sejujurnya saya lebih dulu membaca injil daripada Al Quran dalam fase awal pencarian saya. bahkan dulupun ketika membaca injil, saya tak pernah menganggap seorang yesus adalah Tuhan. Karena beliau adalah seorang manusia biasa yang diutus kepada bani Israil. penekanan ini sebenarnya banyak sekali dalam kitab injil itu sendiri. anda hrusnya lebih jeli tentnag hal ini. kesalahan anda adalah berlebihan dalam mengkultuskan seorang nabi. dan memang itu tak lepas dari sejarah Paulus yng menisbatkan yesus sebagai anak Allah. untuk ini Al Quran dengan adil menisbatkn yesus (Isa) sebagai Isa anak Maryam, karena beliau dilahirkan tanpa ayah seperti Adam sendiri yang memang sengaja dijadikan tanda atau ayat bagi manusia. semoga penjelasan ini bermanfaat bagi anda.