dimuat di harian suara merdeka
Buku The Art Islamic of War, Shohihul Hasan, Lc.M.Pi ini bisa menjadi pencerah bagi gejala Islamphobia yang sekarang menggejala di Indonesia. Selain mengetengahkan kisah perang umat muslim di jaman Rasulullah sendiri dan para Khulafaur Rasyidin, juga memberikan comparasi yang menarik dengan strategi perang Sun Tzu yang mashyur itu. Lebih dari itu semua buku ini, yang awalnya adalah tesis untuk mendapat gelar Magister Magister Pemikiran Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta ini, yang juga diterbitkan oleh UMS Press, memberikan narasi yang lebih shahih tentang perjalanan dakwah Islam di bawah kilatan pedang.
Diakui gambaran jihad Islam yang di dapat sebagian orang muslim pada hari ini, banyak merujuk pada penulis orientalis atau para pemikir barat, yang banyak jatuh pada persangkaan belaka. Penulis pun memberi jawab tentang hal itu menurut Ira M. Lapidus, dalam bukunya A History of Islamic societies, sangat sedikit terjadi pemaksaan Islam lewat peperangan, namun lebih mashyur terjadi asimilasi lewat perkawinan, perdagangan dan kepercayaan masyarakat lokal kepada para pendakwah Islam. Hal ini menjadi gambaran Islam ketika pertama kali memasuki Indonesia.
Bagi Islam, syariat jihad bukan sebatas arti kata perang untuk membunuh musuh, atau golongan kafir. Syariat jihad (baca : Islamic War ) diatur sedemikian rupa sebagaimana pelaksanaan sholat dan zakat. Hal ini sesuai sabda rasulullah, “Janganlah kalian berharap bertemu musuh, tetapi mintalah keselamatan kepada Allah, dan apabila kalian bertemu musuh, maka bersabarlah (tegaklah diri untuk menghadapi mereka). HR. Bukhari dan Muslim.
Sebaliknya akan sangat salah bila dipahami Islam yang rahmatan lil alamin adalah dakwah tanpa jihad atau dengan menyempitkan makna jihad itu sendiri, bahwa jihad yang terbesar adalah jihad melawan diri sendiri, karena hadits itu sendiri adalah hadits dhoif, yang lemah periwayatannya. Sebaliknya tujuan jihad yang terbesar adalah untuk menegakkan kalimat tauhid di bumi Allah ini, dengan perang atau tanpa kekerasaan. Hal ini sebagaimana kisah ketika seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah, apakah seseorang yang berperang karena ingin menguasai negeri atau mendapat ghanimah dia telah berjihad fi sabilillah, Nabi Saw menjawab, seseorang yang berperang karena niat untuk meninggikan kalimat laa ilaha illallah, dialah yang mendapat predikat jihad fi sabilillah.
Kisah Umar bin Khatab RA, ketika berhasil memasuki Baitil Maqdis, beliau melarang meruntuhkan gereja Al Qiyamah, dan melarang shalat di dalamnya, karena bisa menjadi alasan bagi kaum muslimin yang saat itu dalam euforia kemenangan, untuk menguasai tempat ibadah tersebut. Dan kisah yang lebih mashyur lagi adalah ketika Fathu Mekah, Rasulullah sama sekali tidak menghabisi orang kafir Mekah yang selama 15 tahun memerangi beliau dan menyiksa kaum muslimin. Sungguh tauladan yang mulia itu sangat berlainan dengan tuduhan orang-orang barat selama ini yang anti Islam hingga tuduhan Nabi sebagai sosok yang berjiwa kerdil dalam film Innocence of Muslim yang menuai aksi protes seluruh umat muslim di dunia.
Buku The Art of Islamic War mempunyai urgensi yang penting di jaman sekarang. Membuat para kaum akademis, mahasiswa, masyarakat umum, bahkan pejabat eksekutif negara yang selama ini alergi dengan kata jihad, bisa membuka hati mereka terhadap kebenaran Islam lewat jihad. Fiqih jihad layak diadopsi dalam hukum pertahanan negara dan bukan dihindari atau dihilangkan yaitu dengan meletakkan persoalan jihad pada tempatnya secara proporsional.
Islam sangat ngawur jika dikatakan bisa berkembang dengan pedang. Kalaupun tuduhan itu benar maka tidak ada istilah kafir dzimmi atau musta’man yakni non muslim yang tinggal dengan aman dalam wilayah Islam, dan banyak juga gereja yang tetap bertahan hingga sekarang ketika ummat muslimin berkuasa di suatu negara. Hal ini berbeda sekali dengan teori dan strategi perang Sun Tzu, yang hampir tidak menyinggung pembinaan mental spiritual dalam tataran perang kepada serdadunya atau hanya secara nalar matematis saja dalam memperoleh kemenangan, lebih jauh Sun Tzu memberikan strategi mengalahkan musuh dengan api, yaitu ada lima cara menyerang musuh dengan api : bakarlah prajurit yang sedang berada di kemah atau desa. Bakarlah persedian makan mereka. Bakarlah alat angkut musuh. Bakarlah gudang senjata musuh. Lontarkan panah api ke kemah musuh untuk menciptakan kekacauan. Hal ini jauh berbeda dengan The Art Islamic of War, yang tetap peduli dengan perikemanusiaan, walau dalam keadaan perang sekalipun.
Buku The Art of Islamic War; Rahasia Kemenangan Tentara Islam Generasi Pertama, yang ditulis Shohihul Hasan, Lc.M.Pi ini dengan runtut mengisahkan kisah perang Rasulullah dan generasi pertama para sahabat. Kemudian pendalaman fiqih jihad dari berbagai sumber shohih dari para ulama. Buku ini ditulis dengan kaidah ilmiah yang tidak berkesan menggurui ataupun kacamata fanatisme Islam. Walaupun penulis hampir sama sekali tidak menyinggung persoalan perang pemikiran yang sangat mungkin terjadi di jaman Rasulullah yang tentu mempunyai relevansi lebih besar di jaman sekarang, tapi penulis dengan bijak mencomparasikan The Art of Islamic War dengan strategi perang Sun Tzu yang mashyur diaplikasikan oleh para jendral perang hingga para businismen.
Akhir kata buku The Art of Islamic War; Rahasia Kemenangan Tentara Muslim generasi pertama ini sangat layak diapresiasi dari semua lapisan masyarakat. Pun semoga buku yang diberi pengantar oleh Prof Dr. Bambang Setiaji dan Dr. M. Muinudinillah Basri, M.A, ini bisa menjadi suluh bagi kegelapan pemahaman tentang makna jihad Islam di Indonesia yang coba direduksi oleh beberapa kalangan yang tidak suka dengan jihad Islam. Wallahu’alam bish showab.
Judul buku : The Art of Islamic War; Rahasia Kemenangan Tentara Islam Generasi Pertama
Penerbit : Muhammadiyah University Press
Kategori : Sejarah
Tebal buku : 292 Hal, 14, 8 X 21 Cm
Penulis : Shohihul Hasan Lc. M. Pi.
Terbit : 2012
Harga : 41. 600
wow, dimuat lagi. Pean ini memang produktif abis, mas 😉
sedikit ikhtiar mas,biar urip tampah urup:)