dimuat di Solo Pos (18/3)*
Tuanku adalah seorang pengarang cerita. Dia duduk di meja komputernya tiga sampai empat jam sehari. Tetapi, tuanku tidak selalu mengarang atau membaca buku. Acapkali ia hanya memelototi layar monitor itu selama berjam-jam sedangkan pandangannya kosong menerawang entah kemana.
Aku tak tahu apa yang dipikirkannya. Aku sendiri tidak tertarik dengan tulisannya selain ketertarikanku dan kaumku pada kopi yang biasa ia taruh di samping layar monitor. Kopi arabica adalah jenis kopi kesukaannya. Tetapi, aku dan kaumku menyukai kopi tuanku ini karena adanya gula yang dominan pada kopinya. Ya, agaknya tuanku ini penyuka kopi yang kental tapi manis.
Karena hal itulah kami berombongan datang ke gelas cangkirnya setelah kopinya agak dingin. Kami berlomba minum di telaga kopi dan baru pergi setelah kenyang. Tetapi sebagian teman kami tak bisa menahan diri. Mereka mati tenggelam dengan apa yang mereka inginkan.
Saat kembali pulang dari telaga kopi itu sesekali aku menyempatkan diri melihat ekspresi tuanku. Tuanku bernama Denipram. Dia sebenarnya tampan walaupun kantong di bawah matanya semakin menjadi gelap. Terkadang aku melihat berkas-berkas ketakutan di sana. Tetapi, kau tahu, para pengarang cerita adalah makhluk istimewa. Mereka biasa menghadapi kesunyian yang dalam. Tahan menghadapi kenyataan dan ketakutan yang tak mengenakkan. Wajarlah hingga wajah tuanku ini tampak lebih tua dari umur sejatinya.
Oh, hidup macam pengarang memang tak ideal. Tak sehat. Apa yang mereka pikirkan jauh lebih mendalam dari apa yang bisa mereka lakukan.
Juga akhir-akhir ini tuanku suka mengeluh tentang perempuan. Sekali ia pernah bilang kepada kami.
“Kau tahu Mut, Semut… para perempuan ingin dipuja-puji lelaki. Mereka senang lelaki memuja mereka meskipun sebenarnya kekurangan mereka jauh lebih banyak. Dan anehnya, kaum lelaki mudah jatuh cinta pada perempuan.”
Kurasa tuanku ini sedang jatuh cinta pada seseorang. Akhir-akhir ini ada gambar seorang perempuan yang ia biasa pandang lama di monitornya. Aku pun sebenarnya penasaran siapa perempuan cantik itu. Perempuan yang telah menaklukkan hati tuanku yang biasa menyelami neraka sunyi.
Oh, aku berharap tahu siapa namanya. Sepanjang perjalananku di ruang perpustakaan ini, aku tidak mendapati sebuah nama yang ditulis dengan handlettering di halaman depan sebuah buku atau sebuah nama terukir di sebuah kotak pensil kayu cendana miliknya. Keberadaannya yang lama di monitor tuanku itulah yang mengindikasikan sosoknya yang istimewa.
Oh ya, suatu kabar baik lagi. Tuanku ini sedang merampungkan sebuah novel master piece. Ia benar-benar serius soal ini. Seolah seluruh nasibnya amat tergantung dengan calon novelnya ini. Ia makin sering mengumpat kalau ide di kepalanya mampat. Suka dibuangnya kertas-kertas yang ia sudah cetak itu ke keranjang sampah. Lain kali, ia kembali memunguti kertas di keranjang sampah itu untuk ia pakai lagi di tulisannya.
Namun, kusesali tuanku sekarang sering mabuk. Aku tidak tahu darimana ia dapat uang begitu banyak untuk membeli botol-botol minuman itu. Mungkin ia baru saja dapat hutangan dari temannya. Atau baru dapat DP dari penerbit yang akan menerbitkan novelnya itu. Kalau hal kedua ini terjadi ia cenderung berubah menjadi orang yang tak menyenangkan lagi. Ia bisa seharian tidak minum kopi, tapi mengganti kopinya dengan minuman keras. Dan kami amat benci itu. Kami tak dapat lagi menikmati kopi arabica yang lezat itu. Dan itu semua karena kompromi terkutuk itu.
Pun, biasanya setelah mabuk, ia lantas menenggelamkan dirinya dalam tidur yang panjang. Ketika bangun kemudian ia akan segera meloncat ke kamar mandi dan muntah-muntah di sana. Pernah, listrik mati dan air habis. Padahal ia masih muntah-muntah di closet. Kami para semut dan hewan lainnya harus menderita dengan bau muntahan itu. Satu-satunya makhluk yang bahagia adalah para kecoak yang datang berebut menyantap pesta besar muntahan itu.
Oh tuanku, pengarang yang malang nan eksentrik. Dia seorang penyendiri yang luar biasa. Kurasa bangsa kami tak ada yang kuat begitu. Hanya manusia yang bisa begitu kuat sendirian.
Kami para semut biasa hidup berkomunal dan hidup teratur. Mencari makan dan menyimpannya untuk musim dingin yang lama. Tetapi manusia mencari uang dan menghabiskannya seketika itu juga. Manusia memang suka sembrono!
Oh ya, kini kutahu siapa nama perempuan di layar monitor yang makin sering ia pandangi kala mabuk itu. Ia seorang penyanyi. Isyana Sarasvati namanya. Apakah kalian kenal dia?