dimuat di Suara Merdeka cetak/ 21 Oktober 2013
Pencanangan Solo sebagai Kota Inklusi oleh Wali Kota Solo pada akhir September lalu adalah ’’proyek besar’’. Mewujudkan cita-cita luhur seperti itu tak semudah membalikkan telapak tangan karena harus berlandaskan kesadaran komprehensif dan intensif. Dimulai dari tiap pribadi dan ditularkan ke tiap hati untuk menjadi semangat berbagi yang universal.
Salah satu kisah masyhur Ummi Maktum, tunanetra yang meminta pengajaran kepada Rasulullah mendapat tempat di Alquran, bisa menjadi sebuah upaya memunculkan kesadaran komprehensif sekaligus intensif. Saat itu Allah Swt menegur Rasulullah karena bermuka masam dan berpaling dari Ummi Maktum yang buta itu.
Padahal Nabi saw baru saja menyeru pembesar Qurays untuk masuk Islam. Walaupun Allah akhirnya memberitahu bahwa mereka, para pembesar Qurays itu, sebenarnya enggan diberi petunjuk. Adapun Ummi Maktum benar-benar berniat ingin diberitahu tentang kebenaran. Kita bisa mengambil hikmah dan pelajaran penting dari kisah itu, berkaitan dengan penanganan terhadap anak berkebutuhan khusus (ABK).
Salah satunya adalah mengakomodasi rasa keingintahuan mereka dan mendukung keinginan untuk tumbuh dan berkembang. Dalam Wikipedia, anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus, berbeda dari anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan ketidakmampuan mental, emosi, atau fisik.
Mereka antara lain tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan perilaku, anak berbakat, dan anak dengan gangguan kesehatan.
Pasal 15 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas menyebutkan jenis pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus adalah pendidikan khusus. Pasal 32 (1) UU Nomor 20 Tahun 2003 memberikan batasan tentang peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/ atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Continue reading